Tuesday, July 30, 2013

Filled Under:

3 Orientalis Hadis Termasyhur


Dalam pranata Keilmuan Hadist, ada sebuah kajian mengenai Orientalis Hadist. apa itu orientalis hadist? Istilah orientalis sendiri mulanya adalah bagian dari ilmu antropologi yang tujuannya sama dengan ilmu induknya tersebut yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan terbaik yang bisa dijadikan kebudayaan pilot project bagi seluruh dunia.

Lambat laun Orientalis menjadi sebuah kajian yang mengembangkan sayap ke outside barat (ke timur). Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada masyarakat oriental (timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan. adapula yang mengatakan hal ini terjadi karena preventive terhadap ekspansi besar-besaran Islam (timur), pada masa setelah jatuhnya Istanbul pada 857 H/1453 M ketangan Kaum Muslimin, yang ekspansi tersebut mengantarkan kaum muslimin merangsak masuk ke Eropa melalui Wina.

Ada tiga hal yang sering dikemukakan orientalis dalam penelitian mereka terhadap al Hadits, yaitu tentang para perawi hadits, kepribadian Nabi Muhammad SAW, metode pengklasifikasian hadits.
  • Aspek perawi hadits.
Para orientalis sering mempertanyakan tentang para perawi yang banyak meriwayatkan hadits dari rasulullah. seperti yang kita ketahui bersama para sahabat yang terkenal sebagai perawi bukanlah para sahabat yang yang banyak menghabiskan waktunya bersama rasullah seperti Abu bakar, Umar, Usman dan Ali. Namun yang banyak meriwayatkan hadits adalah sahabat-sahabat junior dalam artian karena mereka adalah orang “baru” dalam kehidupan rasulullah. Dalam daftar sahabat yang banyak meriwayatkan hadits tempat teratas diduduki oleh sahabat yang hanya paling lama 10 tahun berkumpul dengan Nabi, seperti Abu hurairah, Sayyidah Aisyah, Anas bin malik, Abdullah ibn Umar dll. Abu hurairah selama masa 3 tahun dia berkumpul dengan Nabi telah berhasil meriwayatkan lebih dari 5800 hadits, Sayyidah Aisyah mengumpulkan lebih dari 3000 hadits dan demikian juga dengan Abdullah ibn Umar, Anas. Suatu jumlah yang fantastis yang sangat jauh dengan jumlah hadits yang diriwayatkan oleh para khulafaur rasyidin yang kalau digabung bahkan tak mencapai 3500 hadits.
Kritikan para orientalis banyak ditujukan kepada Abu hurairah dan Sayyidah Aisyah, dua sahabat periwayat hadits paling banyak. Abu hurairah dikecam karena pertentangannya dengan para sahabat mengenai kesalahannya dalam periwayatan hadits, seperti yang diutarakan oleh Abu bakar :
Kalau saja saya mau, saya bisa menceritakan semua hal yang pernah saya ketahui bersumber dari rasulullah dan berita dari sahabat yang lain tentang diri beliau, mungkin ini akan menghabiskan waktu berhari-hari, namun saya takut apa-apa yang saya sampaikan nantinya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi, tapi entah kenapa orang itu (Abu hurairah) tiada berhenti bercerita tentang nabi seakan-akan dia mengetahui segala hal tentang Nabi.
Riwayat lain juga menyebutkan komentar Sayyidina Umar ibn khatab tentang Abu hurairah, pembohong terbesar diantara perawi hadits adalah Abu hurairah dan aku akan memenjarakannya bila dia tidak berhenti meriwayatkan hadits.
Kritikan tidak kalah tajamnya juga diterima oleh Sayyidah Aisyah, pertempurannya dengan Sayyidina Ali dalam perang jamal, adalah sebuah bukti nyata bagi umat islam untuk mempertanyakan sifat adil adalah yang dimiliki beliau, karena bagaimana mungkin seseorang yang melakukan tindakan bughat terhadap khalifah yang terpilih secara sah masih bisa disebut dengan adil, dan kalau sudah tidak adil apakah hadits-haditsnya masih layak pakai.
  • Aspek kepribadian Nabi Muhammad SAW.
Tidak cukup dengan menyerang para perawi hadits, kepribadian Nabi Muhammad juga perlu dipertanyakan.mereka membagi status nabi menjadi tiga sebagai rasul, kepala negara, dan pribadi biasa sebagaimana orang kebanyakan. Bahwa selama ini hadits dikenal sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad baik perbuatan, perkataan dan ketetapan beliau juga perlu direkontruksi ulang. Sesuatu yang berdasarkan dari Nabi baru disebut hadits jika sesuatu tersebut berkaitan dengan hal-hal praktis keagamaan, karena jika tidak hal itu tidak layak untuk disebut dengan hadits, karena bisa saja hal itu hanya timbul dari status lain seorang Muhammad.
  • Aspek pengklasifikasian hadits.
Sejarah penulisan hadits juga tidak lepas dari kritikan mereka. Penulisan hadits yang baru dilakukan beberapa dekade setelah Nabi Muhammad wafat juga perlu mendapat perhatian khusus. Hal itu, lanjut mereka, membuka peluang terhadap kesalahan dalam penyampaian hadits secara verbal, sebagaimana yang dikatakan oleh Montgomery watt, salah seorang orientalis ternama saat ini :
Semua perkataan dan perbuatan Muhammad tidak pernah terdokumentasikan dalam bentuk tulisan semasa Ia hidup atau sepeninggalnya. Pastinya hal tersebut disampaikan secara lisan ke lisan, setidak-tidaknya pada awal mulanya. Hal itu diakui ataupun tidak sedikit banyak akan mengakibatkan distorsi makna, seperti halnya dalam permainan telpon-telponan anak kecil.


Di dalam salah satu bukunya, Orientalism, Edward said mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh para orientalis dalam meneliti agama islam, khususnya hadits, bukanlah pekerjaan yang non profit oriented, artinya mereka memiliki tujuan tertentu dengan meneliti agama Islam sedemikian rupa, tujuan itu antara lain adalah mencari kelemahan Islam dan kemudian mencoba menghancurkannya pelan-pelan dari dalam. Walaupun tidak semua orientalis memiliki tujuan seperti itu paling tidak itu adalah  sebuah anomali dari sekelompaok orang yang boleh dikata memiliki persentase sangat kecil. Hal inilah yang menjadi alasan bagi Hasan hanafi cs untuk membalas perlakuan mereka dengan giliran balik menyerang kebuadayaan barat dengan cara mempelajarinya dan kemudian juga dengan cara yang sistematis mencoba menggerogotinya dari dalam.

Mereka memilih hadits dalam upayanya untuk menyerang umat Islam karena kedudukan hadits yang sangat penting dalam kehidupan kaum muslim. Hadits adalah sumber hukum kedua setelah al Quran sekaligus juga sebagai penjelas dari al Quran itu sendiri. Mereka lebih memilih menyerang hadits ketimbang al Quran, karena hadits hanyalah perkataan manusia yang bisa saja mengandung kesalahan dan unsur-unsur negatif lainnya. Mereka sulit untuk mencoba mendistorsikan al Quran karena al Quran adalah sumber transendental dari tuhan yang telah terjamin dari semua unsur negatif.

Menurut Prof. Dr. M.M. Azami, Sarjana Barat yang pertama kali melakukan kajian tentang hadis adalah Ignaz Goldziher, Seorang orientalis Yahudi Kelahiran Hongaria (1850-1921 M). dengan "kitab suci" penelitiannya yang sampai saat ini menjadi rujukan utama kaum Orientalis yang berjudul Muhammedanische Studien (Studi Islam). 

Beberapa Tokoh Orientalis Hadist yang Masyhur  

1. Ignaz Goldziher.



Diatas sudah sedikit disinggung mengenai tokoh ini, Ia pernah belajar di Budapest, Berlin dan Liepzig. pada 1873 ia pergi ke Syiria dan belajar pada Syeickh Tahir al-Jazairi. Kemudian pindah ke Palestina, lalu ke Mesir menimba ilmu pada sejumlah ulama di al-Azhar.
Bisa dikatakan Ignaz Goldziher menjadi patokan bagi periodesasi kajian orientalisme sehingga kajian orientalis atas Islam khususnya Hadis dibagi atas tiga periode yaitu periode pra-Goldziher, periode Goldziher, dan periode pasca-Goldziher. Adapun beberapa pemikirannya yang terkenal diantaranya tentang “Hadis tiga Masjid” , yaitu:
حَدَّثَنَا عَلِيٌّ ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ سَعِيدٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Rasulullah saw bersabda, ‘Tidak dikencangkan tali kendaraan kecuali menuju tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari)
Menurutnya, Abdul Malik bin Marwan mempercayakan kepada Az-Zuhri untuk membuat hadis yang sanadnya bersambung dan menyebarkannya ke masyarakat, sehingga akan terbangun persepsi bahwa ada tiga masjid yang dapat dipakai untuk ibadah haji. Ini muncul dari kekhawatiran Abdul Malik bin Marwan apabila orang Syam yang pergi haji ke Makkah akan melakukan baiat kepada Abdullah bin Zubair.
Menurutnya, Imam Az-Zuhri telah melakukan pemalsuan Hadis, dan ia juga mengubah teks-teks sejarah yang berkaitan dengan Ibn Syihab al-Zuhri, sehingga menimbulkan kesan bahwa Imam al-Zuhri memang mengakui dirinya sebagai pemalsu Hadis. Menurut Goldziher, Az-Zuhri pernah berkata, “inna haula'I al-umara akrahuna 'ala kitabah ahadist” (para penguasa itu memaksa kami untuk menulis Hadis). Jadi fokus Goldziher lebih kepada membangun keraguan akan otensitas Hadis.

Ignaz Goldziher menuduh bahwa penelitian hadist yang dilakukan oleh ulama klasik tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah karena kelemahan metodenya. hal tersebut, (menurut goldziher) karena para Ulama klasik lebih banyak menggunakan metode kritik sanad, dan kurang menggunakan metode kritik matan.


2. Joseph Schacht



Lahir di Silisie Jerman pada 15 Maret 1902. Karir Orientalisnya diawali dengan belajar psicology klasik, theologi dana bahasa-bahasa timur di Univ. Berslauw dan Univ. Leipzig. meraih gelar Doctoralnya pada umur 21 tahun.

Menurut M.M Azami, dibanding dengan Goldziher, hasil penelitian Schacht memiliki "keunggulan" karena ia bisa sampai pada kesimpulan yang meyakinkan bahwa tidak ada satupun Hadis yang otentik dari Nabi Muhammad, khususnya Hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum-hukum Islam. Sementara Goldziher hanya sampai pada kesimpulan yang meragukan adanya otentisitas Hadis. tidak aneh jika kemudian buku Schacht memperoleh reputasi dan sambutan yang luar biasa.
Menurut Ahmad Luthfi Fathullah, ada lima pemikiran yang dikemukakan J. Schacht dalam kajian Hadis yaitu;
  •  Konsep Fitnah adalah salah satu teori untuk mengetahui mulai kapan isnad digunakan dalam Hadis. Pemahaman itu muncul dari perkataan Ibnu Sirrin  yang mengatakan bahwa “Isnad ada setelah terjadi fitnah.” Sementara fitnah menurut Schacht adalah peristiwa terbunuhnya Khalid bin Yazid yang terjadi pada tahun 126 H. jadi, Tidak benar jika mengatakan bahwa isnad sudah ada sejak sebelum abad kedua Hijriyah dan juga tidak terbukti.
  • Family Isnad yaitu segala bentuk periwayatan yang di dalam sanadnya ada hubungan keluarga. menurut Schacht, semua periwayatan yang diriwayatkan oleh keluarga adalah palsu dan tidak mempunyai nilai otentisitas Hadis, tetapi hanya sebagai alat untuk melindungi kemunculan Hadis, karena diasumsikan adanya persekongkolan dengan pihak keluarga sehingga tidak bisa mengeluarkan suatu berita atau hadis yang otentik.
  • Common Link adalah istilah yang dipakai untuk seorang periwayat hadis dari seorang yang berwenang, lalu mengajarkannya lagi kepada dua atau lebih dari muridnya. Common Link dalam tradisi muhaddisin disebut hadis gharib. Schacht meyakini bahwa hadis baru ada pada masa orang yang menjadi common link , bukan dari sahabat atau Nabi.
  • Projecting Back adalah teori Schacht guna menelusuri asal-usul serta otentisitas hadis didasarkan pada perkembangan sanad yang ada dalam tradisi muhaddisin. Dengan kata lain, projecting back adalah isnad-isnad meningkat secara bertahap oleh pemalsuan, isnad yang tidak lengkap sebelumnya dilengkapi pada waktu koleksi-koleksi klasik. Menurutnya, adanya pengembangan isnad dengan jumlah yang besar atau projecting back adalah upaya sengaja yang dilakukan muhaddisin agar doktrin-doktrin mereka dipercaya oleh generasi berikutnya dan dianggap berasal dari tokoh-tokoh yang terpercaya. Kesimpulannya, semakin sempurna dan lengkap suatu isnad, semakin belakangan pula ia muncul.
  • E Silentio adalah alat pokok yang digunakan Schacht untuk menguji kebenaran hadis berdasarkan data yang cukup yang akan mengarahkannya pada kesimpulan bahwa “kita tidak akan menemukan hadis-hadis hukum dari Nabi yang akan dipertimbangkan sebagai hadis shahih.”Artinya sebuah hadis tidak ada pada suatu saat tertentu jika ia tidak digunakan sebagai argumen hukum.
3. C. G.H.A Juynboll


Juynboll terkenal karena teori Cum Matan Analysisnya. Cum Matan Analysis adalah suatu teori yang menitikberatkan pada teks atau matan suatu hadis, keshahihan suatu hadis ditentukan oleh matannya benar atau salah. Kalau matannya dinilai sudah benar, maka langhakh selanjutnya adalah mencari serta meneliti jalur sanadnya karena menurut teori ini perkataan ulama atau perawi hadis hanyalah sesuatu yang sekunder, sehingga dikatakan bahwa diagram-diagram sanad yang telah ditentukan harus diuji melalui analisis matan, karena ditakutkan bahwa perawi yang menyebutkan periwayatannya hanya sebuah pengakuan belaka.

Tanggapan Terhadap Orientalis


Tanggapan Atas Orientalis
Beberapa tokoh ulama yang terkenal dengan tanggapannya terhadap pemikiran para orientalis di bidang hadis adalah Prof. DR. Mustofa Azami. Beberapa tanggapannya adalah:
  • Meluruskan kembali pendapat dari Ignaz. Dalam salah satu bukunya, beliau menghancurkan pendapat dari Ignaz dan mementahkan semua argumennya.
  • Tidak ada bukti historis yang memperkuat teori dari Ignaz,
  • Menyimpulkan bahwa sahih Bukhari merupakan kitab tervalid setelah al-Quran
  • Beliau juga memberikan banyak sekali tanggapan atas pemikiran Schacht. Diantaranya tentang Konsep Fitnah. Dia mengatakan bahwa pemakaian sanad ada bukan sejak dikeluarkannya pernyataan Ibnu Sirrin, melainkan sudah ada sejak abad pertama bahkan sebelum Islam datang.  Tentang Family Isnad, ia berpendapat bahwa tidak semua isnad keluarga adalah palsu dan tidak semua benar. kredibilitas isnad keluarga masih dikembalikan pada kondisi masing-masing. Tentang Common link, ia berpendapat bahwa teori Schacht tidak valid, hal itu bisa dilihat dari pembuatan diagram yang salah oleh Schacht, tidak teliti memahami teks tersebut yang diambil dari ikhtilaf hadis, dan simplisitnya mengambil hadis yang lain, karena ketika dia menyimpulkan suatu hadis dia tidak melihat seluruh yang meriwayatkan tema tersebut. Tentang projecting back, ia berpendapat teori tersebut mempunyai kelemahan diantaranya menyandarkan pada sahabat yang lebih muda. Artinya jika seorang periwayat ingin memalsukan isnad hadis, mengapa tidak menyandarkannya kepada tokoh yang lebih tua yaitu tokoh-tokoh terkemuka. Tentang E Silentio, dia berpendapat bahwa Schacht tidak konsisten karena Schacht sendiri menyatakan bahwa suatu hadis pernah digunakan sebagai argumen hukum.


 


0 komentar:

Post a Comment